Trump minta Mahkamah Agung tunda proses pidana kasus uang tutup mulut
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung untuk menunda proses pidana dalam kasus pembayaran uang tutup mulut kepada dua wanita yang pernah memiliki hubungan dengan dirinya. Permohonan ini diajukan setelah Mahkamah Agung menolak permohonan serupa yang diajukan oleh pengacara Trump sebelumnya.
Kasus ini bermula ketika dua wanita, yakni Stormy Daniels dan Karen McDougal, mengklaim bahwa mereka pernah memiliki hubungan dengan Trump pada tahun 2006. Untuk membungkam kedua wanita tersebut, Trump disebut telah membayar uang sebesar $130.000 kepada Stormy Daniels dan $150.000 kepada Karen McDougal sebagai bentuk penyelesaian kasus.
Namun, jaksa penuntut di New York kemudian mendakwa Michael Cohen, mantan pengacara pribadi Trump, atas pembayaran uang tutup mulut tersebut. Cohen telah mengakui bahwa dia melakukan pembayaran tersebut atas perintah Trump. Trump sendiri telah membantah terlibat dalam kasus ini dan menyebutnya sebagai upaya politik untuk merusak reputasinya.
Dalam permohonannya kepada Mahkamah Agung, Trump meminta agar proses pidana dalam kasus ini ditunda hingga setelah masa jabatannya sebagai Presiden berakhir. Dia berargumen bahwa sebagai Presiden, dia memiliki imunitas dari tuntutan hukum dan proses hukum dapat mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai pemimpin negara.
Namun, para pengkritik Trump menilai bahwa permohonan ini hanya merupakan upaya untuk menghindari pertanggungjawaban hukum atas tindakannya. Mereka menegaskan bahwa tidak ada yang di atas hukum, termasuk seorang Presiden. Proses hukum harus tetap berlangsung tanpa adanya intervensi politik atau kekuasaan.
Hingga saat ini, Mahkamah Agung belum memberikan keputusan resmi terkait permohonan Trump. Namun, kasus ini telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat Amerika Serikat. Bagi para pendukung Trump, permohonan ini dianggap sebagai langkah yang wajar untuk melindungi kepentingan Presiden. Namun, bagi para kritikusnya, permohonan ini hanya menunjukkan bahwa tidak ada yang di atas hukum, termasuk seorang Presiden.